Juru Bicara Jaringan Aneuk Syuhada (JASA) Kabupaten Pidie, M. Rifki Fauzi, menyampaikan keprihatinan mendalam atas pernyataan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) terkait status empat pulau milik Aceh yang disebutkan “bisa dikelola bersama”. Pernyataan tersebut dinilai sangat melukai perasaan masyarakat Aceh, khususnya di tengah semangat perdamaian yang telah terjalin selama lebih dari dua dekade.
“Ini sangat disayangkan. Pernyataan Mendagri bukan hanya mengaburkan kejelasan batas wilayah Aceh, tapi juga berpotensi membangkitkan kembali luka lama yang telah coba disembuhkan selama 21 tahun terakhir,” ujar Rifki dalam keterangannya kepada media pada Kamis (13/6).
Empat pulau yang menjadi perbincangan hangat itu diketahui telah hilang dari peta wilayah administrasi Aceh dan kini menjadi sengketa antara provinsi. Dalam hal ini, JASA Pidie dengan tegas meminta Gubernur Aceh dan DPR Aceh untuk segera bersikap dan bertindak tegas demi menjaga integritas wilayah Aceh.
“Ini bukan sekadar soal pulau, ini soal harga diri. Pemerintah Aceh harus hadir secara serius, bukan diam atau bermain aman. Kami mendesak Gubernur dan seluruh anggota DPR Aceh untuk tidak membiarkan Aceh terus kehilangan haknya sedikit demi sedikit,” lanjut Rifki.
JASA Pidie juga menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal isu ini dan siap turun ke lapangan jika diperlukan untuk memastikan pulau-pulau tersebut dikembalikan kepada Aceh. Dalam semangat damai dan otonomi khusus yang diberikan kepada Aceh melalui MoU Helsinki, seharusnya pemerintah pusat tidak membuat pernyataan yang melemahkan semangat kebangsaan dan kedaerahan masyarakat Aceh.
“Kami tidak ingin perdamaian yang telah dijaga dengan darah dan air mata rakyat Aceh justru dirusak oleh kebijakan yang tidak sensitif terhadap sejarah dan perjuangan Aceh,” tutup Rifki.
Isu ini menjadi alarm penting bagi semua pihak, baik pemerintah daerah maupun masyarakat sipil, untuk kembali memperkuat posisi Aceh dalam bingkai keadilan dan kesatuan NKRI yang berlandaskan penghargaan terhadap hak-hak daerah.