Menu

Mode Gelap
Aspirasi Masyarakat Jadi Prioritas Ir. H. Muhammad Bentara dalam Reses ke-II Tahun 2025 Creative Minority Gelar Workshop Peningkatan Kinerja dan Kesejahteraan Muhammad Nauval Bawa Revolusi Transportasi ke Pidie Lewat Pidie Ride Mahasiswa Fakultas Hukum Unimal Gagas LOSIH, Kolaborasi Bersama Stakeholder Ciptakan Kota Lhokseumawe Bebas Sampah Merajut Inovasi, Menebar Manfaat: BEM Unimal Lolos PPK Ormawa 2025 dengan SMART MINAPADI BEM FH UNIMAL Laksanakan Dua Program Pengembangan Diri Mahasiswa: Pemberdayaan Perempuan dan Peningkatan Kepemimpinan Tim

Opini

Teknologi Tanpa Etika: Risiko Video AI di Tangan yang Salah

badge-check


					Teknologi Tanpa Etika: Risiko Video AI di Tangan yang Salah Perbesar

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam satu dekade terakhir telah membawa perubahan besar di berbagai sektor kehidupan, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga industri kreatif. Salah satu perkembangan yang paling mencolok adalah kemampuan AI dalam menghasilkan konten visual berbasis video yang kini populer dikenal sebagai teknologi Video AI. Teknologi ini mampu menciptakan atau memodifikasi video secara otomatis dengan kualitas yang sangat realistis, bahkan terkadang sulit dibedakan dari video asli oleh mata manusia biasa.

Namun, di balik potensi manfaatnya, Video AI menyimpan ancaman besar jika disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Inilah yang perlu menjadi perhatian serius kita bersama terutama di daerah-daerah yang tingkat literasi digitalnya masih terbatas.

Deepfake dan Manipulasi Realitas

Salah satu contoh nyata penyalahgunaan Video AI adalah teknologi deepfake. Dengan alat ini, seseorang dapat membuat video seolah-olah seorang tokoh masyarakat, pejabat, atau bahkan orang biasa sedang mengucapkan sesuatu atau melakukan tindakan tertentu yang sebenarnya tidak pernah terjadi. Di tengah situasi politik yang rentan dan polarisasi sosial yang semakin mengkhawatirkan, manipulasi semacam ini bisa menjadi alat propaganda yang sangat berbahaya.

Bayangkan saja, dalam momentum Pilkada atau Pemilu, sebuah video yang menampilkan calon pemimpin “menghina” agama atau kelompok tertentu, padahal itu sepenuhnya hasil rekayasa AI. Efeknya bisa sangat destruktif, memecah belah masyarakat, memicu konflik horizontal, dan merusak demokrasi dari dalam.

Kejahatan Siber dan Penipuan Identitas

Tak hanya dalam politik, penyalahgunaan Video AI juga mulai masuk ke ranah kejahatan siber dan penipuan identitas. Kini, pelaku kejahatan digital dapat menggunakan wajah dan suara seseorang untuk melakukan panggilan video palsu misalnya mengaku sebagai atasan perusahaan atau anggota keluarga untuk meminta transfer dana secara darurat. Metode ini telah terjadi di beberapa negara maju, dan bukan tidak mungkin akan menyebar ke Indonesia jika tidak diantisipasi.

Kita harus sadar bahwa semakin realistis sebuah konten video palsu, maka semakin sulit pula masyarakat untuk mengenalinya. Hal ini berbahaya karena bisa menghancurkan reputasi individu, merusak kepercayaan publik terhadap institusi, bahkan merugikan ekonomi seseorang atau kelompok secara langsung.

Dampaknya pada Masyarakat Daerah

Sebagai seseorang yang aktif dalam pengembangan komunitas pemuda di Pidie, saya melihat langsung bagaimana teknologi digital belum merata pemahamannya. Banyak pemuda dan masyarakat di daerah yang belum memiliki kemampuan dasar untuk memverifikasi kebenaran informasi, apalagi jika berupa konten video. Ini adalah celah besar yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki niat jahat.

Masyarakat yang belum melek digital akan lebih mudah percaya, menyebarkan, bahkan terprovokasi oleh video manipulatif. Oleh karena itu, ancaman Video AI bukan hanya isu teknologi, melainkan juga masalah sosial dan budaya yang harus ditangani secara komprehensif.

Solusi: Literasi Digital dan Regulasi Tegas

Untuk mencegah penyalahgunaan teknologi ini, kita perlu dua pendekatan utama: literasi digital yang masif dan regulasi hukum yang tegas. Pemerintah harus mulai menyusun kebijakan perlindungan data digital dan pengawasan konten berbasis AI, serta membentuk lembaga atau unit khusus yang menangani kasus manipulasi digital.

Di sisi lain, organisasi masyarakat sipil, komunitas pemuda, dan institusi pendidikan harus menjadi garda terdepan dalam menyuarakan pentingnya literasi digital bukan hanya sekadar kemampuan mengakses informasi, tetapi juga kemampuan mengkritisi dan memverifikasi konten.

Saya percaya, teknologi adalah pisau bermata dua. Di tangan yang benar, ia bisa menjadi alat pemberdayaan. Namun di tangan yang salah, ia bisa menjadi senjata pemusnah kepercayaan, reputasi, bahkan stabilitas sosial. Tugas kita bersama, sebagai generasi muda dan pemangku kepentingan di berbagai level, adalah memastikan bahwa teknologi seperti Video AI tetap berada dalam koridor etika, hukum, dan kemanusiaan.

Ditulis oleh : Muhammad Nauval
Ketua Umum Rumoh Pemuda Pidie

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *